Friday, January 28, 2011

Isolasi sosial

Isolasi Sosial


               ISOLASI  SOSIAL
1.      Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan hubungan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 1998). Ahli lain berpendapat Isolasi sosial adalah perasaan kesendirian yang dirasakan oleh seseorang individu telah menjauhi orang lain dan individu tersebut memandangnya sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam dirinya (McFarland dan McFarlane, 1997)
Isolasi sosial adalah usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi dan kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain  (Hamid et al, 1996).
Manusia sebagai makhluk sosial akan membutuhkan orang lain dan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami isolasi sosial ini secara otomatis mengalami gangguan hubungan sosial.
Gangguan hubungan sosial ini dapat terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang akan menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan interpersonal (Hamid et al : 2000). Bentuk isolasi sosial yang sering didapati oleh perawat pada klien yang mengalami gangguan jiwa adalah menarik diri. Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993 dikutip oleh Keliat et al, 2002).
Dalam arti yang lebih luas lagi, menarik diri adalah suatu pola tingkah laku menghindari kontak dengan orang lain, situasi atau lingkungan yang penuh dengan stress yang menyebabkan kecemasan secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, individu dengan menarik diri cenderung untuk menghindari hubungan interpersonal.
Tingkah laku menarik diri umumnya merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman hidup yang menyakitkan dan mempengaruhi perkembangan individu. Sebagai contoh, suatu kegagalan yang dialami seseorang dalam hudup dan intensitasnya yang berulang-ulang akan memberikan gambaran yang negatif kepada individu tersebut dan mengakibatkan timbulnya perasaan tidak mampu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan harapannya, dan akhirnya individu tersebut akan merasakan perasaan harga diri rendah dan kecemasan yang tinggi untuk mencoba sesuatu yang baru. Kondisi menarik diri ini sering menyebabkan seseorang lebih suka berdiam diri dan kegiatan sehari-hari terabaikan termasuk kebutuhan perawatan dirinya. Harga diri rendah yang dialami klien dapat juga menyebabkan perilaku klien yang tidak terkontrol dan cenderung untuk melakukan perilaku kekerasan.
2.      Penyebab
Perilaku menarik diri yang sering terjadi biasanya di sebabkan oleh gangguan konsep diri, yaitu harga diri rendah. Dapat tergambar dengan perilaku individu yang kurang percaya diri, merasa tidak mampu. Hal ini disebabkan adanya kegagalan–kegagalan membina hubungan yang terjadi di sepanjang daur kehidupan yang telah dilalui di masa lampau atau disebabkan oleh kegagalan dalam merealisasikan keinginan, harapan dan cita-cita.
3.      Tanda-tanda menarik diri
Tingkah laku yang timbul pada klien menarik diri yaitu kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada, klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan, tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feces, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin pada saat tidur, menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap (Keliat et al, 2002).
Ketika berinteraksi dengan perawat, klien menyatakan dirinya tidak berguna, malu bergaul dengan orang lain karena jelek, sudah tua. Ketika diajak untuk berhubungan dengan klien lain selalu mengatakan, “tidak ah, saya mau disini saja”. Ketika ditanya tentang mandi, menggosok gigi dan bersisir klien mengatakan, “malas”, “tidak mau”, “ya, nanti saja”.
4.      Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi (pendukung) terjadinya gangguan hubungan sosial yaitu (Keliat et al, 2002) :
a.   Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu (“pengasuh”) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b.      Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian, pada kembar monozigot apabila salah satu di antaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbic diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c.       Faktor sosial budaya
Isolasi sosial : menarik diri dapat disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

5.   Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan faktor eksternal seseorang (Hamid et al, 2000).
a.       Faktor internal
Sebagai contoh adalah stressor psikologi, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi secara bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.
b.      Faktor eksternal
Sebagai contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya yang antara lain oleh keluarga.

    6.  Penatalaksanaan
        Penatalaksanaan yang  diberikan kepada klien dengan masalah utama isolasi sosial : menarik diri adalah :
a.       Chlorpromazine (CPZ)
Merupakan obat antipsikosis dengan nama dagang : Largactil, Promactil, Ethibernal. Indikasinya yaitu sindroma psikosis dengan hendaya berat dalam menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, hendaya berat pada fungsi mental dengan manifestasi : gangguan asosiasi pikiran (inkoheren), isi pikir tidak wajar (waham), gangguan persepsi halusinasi, gangguan perasaan, perilaku aneh dan tidak terkendali. Hendaya berat dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dengan manifestasi : tidak mau bekerja, hubungan sosial/kegiatan rutin. Kontra indikasinya antara lain : penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS depresan.  Mekanisme kerja obat ini yaitu : memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek sampingnya adalah sedasi , gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatoliptik : mulut kering, dan kesulitan miksi serta defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan introkuler tinggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akathisia, sindroma parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas) gangguan endokrin (amenore, ginekomastia), gangguan metabolik (Jaudice), hematologi (agranulositosis) biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b.      Haloperidol (HP)
Indikasi obat ini adalah hendaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral dalam kondisi kehidupan sehari-hari. Kontra indikasinya adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan obat, penyakit SSP serta gangguan kesadaran. Mekanisme kerja yaitu sebagai obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek sampingnya antara lain sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik : mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat,  mata kabur dan tekanan intraokuler meningkat, gangguan irama jantung).
c.       Trihexilphenidil (THP)
Indikasi obat ini untuk segala jenis Parkinson termasuk pasca encefalitis dan idiopatik, sindroma parkinson akibat obat misalnya  reserpina dan fenotiazine. Kontra indikasinya antara lain : hipersensitif terhadap THP, glaukoma sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostat dan obstruksi saluran cerna. Mekanisme kerja obat ini sinergis dengan kinidine, obat antidepresan trisiklik, dan antikolinergik lainnya. Fungsinya untuk mengatasi gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson).  Sedangkan efek sampingnya dapat berupa penglihatan kabur, mulut kering, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardi, dilatasi ginjal dan retensi urin.

d.        Penatalaksanaan

1.      Pengkajian

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen, 1995 dikutip oleh Keliat, 1998).
Pengkajian pada klien dengan masalah utama isolasi sosial : menarik diri yaitu :
a.         Faktor  Predisposisi
1)      Faktor perkembangan.
Semua hal yang menghambat perkembangan dapat menurunkan kemampuan berhubungan.
a)      Kurang rasa aman.
b)      Kurang stimulasi.
c)      Kurang perhatian.
2)      Faktor sosial budaya.
Pengasingan anggota keluarga yang tidak produktif.
b.        Faktor Presipitasi.
1)      Stressor sosial budaya.
a)      Keluarga yang labil.
b)      Di penjara.
c)      Dirawat jika dalam kondisi patologis.
d)     Kesepian dan pisah dengan orang yang dicintai.
2)      Stressor psikologis.
Cemas meningkat sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
c.         Tingkah Laku.
1)      Tingkah laku klien curiga.
a)      Tidak mampu mempercayai orang lain.
b)      Bermusuhan.
c)      Mengisolasi diri dari lingkungan sosial.
d)     Paranoid.
2)      Tingkah laku klien manipulasi.
a)      Ekspresi perasaan yang tidak logis dengan tujuan.
b)      Kurang asertif.
c)      Orang lain dijadikan objek untuk mencapai tujuan.
d)     Mengisolasi diri dari hubungan sosial.
3)      Tingkah laku klien menarik diri.
a)      Kurang asertif.
b)      Apatis.
c)      Aktivitas menurun.
d)     Tidak mampu merawat diri.
e)      Komunikasi verbal menurun atau tidak ada.
d.        Mekanisme koping .
1)          Klien curiga : proyeksi.
2)          Klien ketergantungan : regresi.
3)          Klien manipulasi : regresi, represi, isolasi.
4)          Klien menarik diri : regresi, represi, isolasi.
e.         Tanda dan gejala isolasi sosial.
1)   Data objektif :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain atau menyendiri, kurang komunikasi, tidak ada kontak mata, sering menunduk, sering memutuskan hubungan, pergi bila diajak bicara, ADL menurun, posisi fetus saat tidur.
2)   Data Subjektif :
Ketika diajak untuk berhubungan dengan klien lain selalu mengatakan, “tidak ah, saya mau disini saja”. Ketika ditanya tentang mandi, menggosok gigi dan bersisir klien mengatakan, “malas”, “tidak mau”, “ya, nanti saja”. Data subyektif sulit didapatkan bila klien menolak untuk berbicara

2.      Permasalahan

a.       Resiko Perubahan persepsi sensori.
Subyektif :-
Obyektif :
1)      Beberapa kali dirawat di rumah sakit dengan alasan amuk.
2)      Klien memisahkan diri dari orang lain
3)      Klien lebih banyak tidur
b.      Isolasi sosial : Menarik diri.
Subyektif 
1)      Klien mengatakan malas untuk keluar rumah atau kamar.
2)      Klien mengatakan tidak ingin berbicara dengan siapapun dengan alasan malas dan tidak bisa menjawab pertanyaan bila ditanya.
Obyektif :
1)      Klien lebih banyak tiduran di kamar daripada keluar kamar.
2)      Klien tampak lesu dan hanya berbaring di tempat tidur saja.
3)       Klien hanya bicara bila ditanya saja dan berusaha menghindari interaksi dengan orang lain.
4)      Peran serta di lingkungan kurang dan jarang mengikuti kegiatan di lingkungannya.
c.       Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (HDR).
Subyektif :
1)      Klien mengatakan bahwa dirinya merasa tidak bisa berbuat apa-apa,tak berguna.
2)      Klien mengatakan merasa malu dan takut untuk bergaul karena merasa tidak berguna.
Obyektif :
1)      Klien selalu menyendiri, banyak diam, menunduk bila berinteraksi, dan tidak mampu mempertahankan kontak mata.
2)      Klien hanya menjawab singkat dan seadanya bila ditanya dan tidak dapat memulai pembicaraan.

No comments:

Post a Comment